Waktu tempuh antara Kota Bandung dan Jakarta akan semakin pendek dengan adanya Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Pembangunan proyek ini ditargetkan selesai bulan Juni tahun 2023. Moda transportasi darat ini akan melayani perjalanan antara kedua kota yang berjarak 143 km itu selama 45 menit perjalanan.
Di masa kolonial Belanda, waktu tempuh paling cepat antara Bandung-Jakarta dan sebaliknya pernah mencapai rata-rata 45 menit juga. Waktu tempuh yang cukup pendek ini terjadi ketika kedua kota besar di Hindia Belanda ini dihubungkan oleh penerbangan sipil sejak akhir 1920-an.
Tanggal 1 November 1928, perusahaan penerbangan pemerintah, Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij (KNILM) mulai beroperasi. Menurut Dwi Adi Wicaksono dalam jurnal berjudul “Nasionalisasi Garuda Indonesia, 1950—1958”, KNILM merupakan maskapai penerbangan sipil di Hindia Belanda yang mengalami pertumbuhan sejak periode 1930-an hingga sebelum pecahnya Perang Pasifik[1].
Pada awal beroperasi, KNILM melayani 4 kali penerbangan dalam satu hari, yakni penerbangan pulang pergi dengan tujuan masing-masing Semarang dan Bandung. Selain penumpang, pesawat ini mengangkut surat dan paket, yang terdiri dari barang-barang beku, buah-buahan, klise photo, suku cadang mesin, lukisan, ragi, obat-obatan, dll.
Dalam tulisan di surat kabar Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indie[2], paket yang paling banyak dikirim dari Bandung adalah bunga dan surat kabar. Dengan waktu tempuh sekitar 45 menit, bunga-bunga yang berasal dari Bandung sudah tersedia di gerai-gerai penjual tanaman pada jam 9 pagi di Batavia.
Dalam jadwal penerbangan perdana, pesawat dengan tujuan Semarang berangkat pada jam 8.00 dari Cililitan dan sampai 10.40 di Semarang. Pesawat ini akan kembali dari Semarang pada jam 14.15 sampai 17.15. Dari Bandung, pesawat dengan tujuan Cililitan akan berangkat jam 7.00 sampai 7.50. Pesawat ini akan kembali dari Cililitan jam 16.30 sampai 17.15.

Pembukaan layanan penerbangan KNILM dihadiri antara lain oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, beberapa direktur departement termasuk direktur Gouvernment Bedrijven, perwakilan perusahaan swasta, perwakilan militer, dan anggota dewan rakyat. Dalam acara pembukaan, penerbangan perdana ke Semarang dan Bandung lepas landas dari bandara Cililitan pada jam 7.55 dan 8.10[3].
Baca juga: Kisah Penerbangan di Hindia Belanda, dari Kalijati ke Bandung
Penerbangan antara Bandung dan Batavia dirintis oleh penerbang militer, Engelbert Van Bevervoorde tahun 1917. Kapten penerbang kelahiran Makassar ini menjadi orang pertama yang meneliti udara di sekitar Bandung dan Gunung Tangkuban Perahu. Pengamatan Van Bevervoorde di langit utara Bandung meredakan kekhawatiran sebagian orang. Mereka menyangka langit di utara Bandung yang didominasi pegunungan mengandung lubang-lubang udara yang membahayakan penerbangan[4]. Keberhasilan pihak militer ini membuka penerbangan-penerbangan lain antara Bandung, Kalijati, dan Batavia, termasuk penerbangan sipil tahun 1928.
Perjalanan 45 menit dari Batavia ke Bandung dan sebaliknya sangat menarik perhatian masyarakat. Mereka bisa naik pesawat dari Bandung ke Batavia dan sebaliknya dengan tarif seharga 15 gulden. Waktu tempuh ini merupakan yang tercepat jika dibanding moda transportasi lain yang menghubungkan kedua kota. Kereta api misalnya, rata-rata waktu tempuh yang dibutuhkan kereta api untuk menghubungkan kedua kota adalah sekitar 4-5 jam untuk perjalanan melewati Cikampek. Perjalanan kereta api Bandung-Batavia melewati Sukabumi menghabiskan waktu lebih lama, yakni 7-8 jam. Perhitungan ini berdasarkan jadwal resmi yang tertuang dalam buku Officieele Reisgids der Spoor- en Tramwegen en Aan Sluitende Automobieldiensten op Java en Madoera tahun 1928.
Menurut J. J. G. Oegema dalam De Stoomtractie op Java en Sumatra, Perusahaan Staatsspoorwegen (SS) sedang mengalami masa yang kurang baik di tahun 1920-an. Masyarakat sempat menjuluki SS dengan nama Slow and Sure atau Selemanja Susah[5]. Kondisi ini membuat masyarakat lebih menyukai untuk bepergian menggunakan pesawat udara.
Untuk menambah kepercayaan dan kenyamanan penumpang selama perjalanan, KNILM bekerja sama dengan beberapa perusahaan asuransi. Para penumpang yang meninggal dalam perjalanan akan mendapatkan klaim asuransi. Selain karena waktu tempuh yang sedikit, masyarakat memandang bahwa perjalanan menggunakan pesawat dinilai lebih berkelas dibanding perjalanan menggunakan mobil atau kereta api.
Kemudahan masyarakat pengguna pesawat sangat diperhatikan pihak perusahaan penerbangan. Di setiap bandara, disediakan feeder yakni kendaraan yang berfungsi untuk mempermudah masyarakat untuk mencapai kota dari bandara. Di Bandung, para penumpang ditarik bayaran 1 gulden untuk trayek feeder antara bandara Andir dan pusat kota. Di Batavia, tarif kendaraan feeder adalah seharga 2 gulden setiap perjalan dari Cililitan ke pusat kota di Weltreveden[6].
Untuk dapat menjadi penumpang pesawat, masyarakat harus memesan tempat terlebih dahulu. Terbatasnya kapasitas pesawat membuat perusahaan penerbangan membatasi jumlah penumpang. Pesawat hanya mempunyai kapasitas untuk 8 penumpang di setiap penerbangan.
Selama bulan November 1928, penumpang yang dilayani oleh penerbangan ini mencapai 286 orang. Perusahaan melaporkan, ada sebanyak 800 penumpang ditolak karena terbatasnya kuota tempat duduk di pesawat[7].
Tingginya animo masyarakat mendorong KNILM menambah armada pesawatnya. Mereka menambah 1 pesawat yang terbang pagi hari dari Batavia ke Bandung, mulai 15 Februari 1929.

Bandara Andir dari udara. Koleksi wereldculturen.nl.
Selain karena terbatasnya kuota penumpang, penambahan penerbangan didorong oleh para pengusaha khususnya dari Batavia. Mereka ingin supaya dapat melakukan perjalanan pulang pergi ke Bandung dalam sehari.
Penambahan ini sekaligus menjadi promosi bagi pihak KNILM. “Menikmati makan siang di Bandung” menjadi kalimat sakti yang diharapkan membuat masyarakat dan para pengusaha semakin tertarik mengunjungi Kota Bandung dengan menggunakan pesawat pagi[8].
Pesawat jurusan Bandung dari Cililitan diberangkatkan pada jam 7.30 dan tiba di Andir pukul 8.15. Dari Bandung, pesawat akan kembali jam 12.30 sampai 13.20 siang. Ada sekitar waktu 4 jam bagi para pengusaha untuk menyelesaikan bisnisnya di Bandung.
Selain penambahan penerbangan, pihak KNILM sekaligus menaikkan harga tiket Batavia-Bandung dan sebaliknya. Harga tiket yang pada mulanya sebesar 15 Gulden, dinaikkan menjadi 17,50 gulden.
Selama bulan Februari 1929, penumpang dari Batavia ke Bandung berjumlah 322 orang. Sebaliknya, 340 penumpang diangkut dari Bandung menuju Batavia. Angka-angka ini diklaim sebagai keberhasilan layanan penerbangan 45 menit, antara kedua kota.
Referensi:
[1] Dwi Adi Wicaksono. 2016. Nasionalisasi Garuda Indonesia, 1950—1958. Jurnal Lembaran Sejarah, Volume 12 Number 2 Oktober 2016. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Halaman 109-131.
[2] Een Jaar Luchtverkeer. Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie. Edisi 3 Januari 1930.
[3] De opening van den burgerlijken luchtvaartdienst. De locomotief. Edisi 1 November 1928.
[4] M van Haselen. 1939. 25 Jaar Militaire Luchtvaart in Nederlandsch Indie 1914 – 1939. Batavia. Halaman 46
[5] Oegema, J.J.G.. 1982. De Stoomtractie op Java en Sumatra / J.J.G. Oegema. Deventer-Antwerpen: Kluwer Technische Boeken B.V., 193.
[6] Het Burgerluchtverkeer. Bataviaasch nieuwsblad. Edisi 30 Oktober 1928.
[7] Het Luchtverkeer. Bataviaasch nieuwsblad. edisi 6 Desember 1928.
[8] De K.N.I.L.M. Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie. Edisi 1929.02.02.
Leave a Reply