
Persib Bandung berhadapan dengan Persatuan Sepakbola Makassar (PSM), Selasa, 14 Februari 2023. Pertemuan dua tim mantan perserikatan ini akan menghadirkan permainan yang menarik. Secara klasemen, kedua tim sama-sama berada di papan atas dan sedang berlomba menjadi terbaik di Indonesia musim 2022/2023 ini.
Secara sejarah, kedua tim merupakan dua tim terbaik di Indonesia. Selain itu, kedua kota banyak melahirkan pemain-pemain legendaris. Salah satu pemain yang lahir di Makassar dan kemudian menjadi “legenda” di Bandung dan Hindia Belanda adalah Frans Hukom. Pemain kelahiran Makassar tahun 1915 merupakan pemain Sparta Bandung, Voetbal Bond Bandoeng en Omstreken (VBBO), dan tim nasional Hindia Belanda yang berlaga di Piala Dunia tahun 1938.
Di usia 20 tahun, putra dari Karel Frederik Geraat dan Clazina Lempas ini menjadi prajurit Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL) dan bertugas di Bandung. Bakat sepakbolanya, membuat Hukom menjadi pemain andalan tim Sparta Bandung dan membawa tim ini menjadi juara kompetisi internal VBBO musim 1935/36 dan 1936/37. Sparta menjadi juara setelah menyingkirkan klub kuat seperti UNI dan SIDOLIG.
Pemain yang mempunyai nama panjang Frederikus Gerardus Hukom ini menjadi bagian dari skuat VBBO yang menjuarai kompetisi antar kota se-Hindia Belanda di tahun 1937. Permainannya yang cemerlang, membuat Hukom berhasil lolos dari seleksi ketat pemilihan pemain tim Hindia Belanda yang berlaga di Piala Dunia 1938 di Perancis.
Sayangnya, perjalanan Frans Hukom dan kawan-kawan di Piala Dunia harus terhenti setelah dikalahkan Hungaria dengan skor 0-6. Meskipun kalah, permainan tim Hindia Belanda di laga tersebut mendapat sambutan yang cukup meriah dari 20.000 penonton yang memadati Stadion Velodrome Municipal, Reims, Perancis.

Masuknya Jepang ke Indonesia mengubah segala sendi kehidupan di Hindia Belanda, terutama kehidupan orang-orang Eropa dan orang-orang yang mengabdi kepada Belanda. Terdaftar sebagai pasukan KNIL, Frans Hukom ditangkap di masa Jepang dan masuk ke kamp interniran. Di masa ini pula, pemain yang berposisi sebagai spil atau centerback ini menjadi tenaga kerja Romusha untuk membangun sebuah jalur kereta api yang sangat legendaris di Burma.
Hukom mungkin dapat dikatakan beruntung selama menjadi tenaga Romusha di masa Jepang. Hukom berhasil lolos dari maut dan bertahan menjadi tenaga kerja paksa sampai Indonesia merdeka. Bandingkan dengan rekannya di tim nasional Hindia Belanda 1938, Frans Meeng, yang tenggelam bersama kapal Junyo Maru di perairan barat Sumatera. Sebagai catatan, prasasti peringatan tenggelamnya kapal ini bisa kita lihat di Ereveld, pemakaman kehormatan Hindia Belanda, di Leuwigajah, Cimahi.
Pasca kemerdekaan Indonesia, prajurit Hukom melanjutkan karirnya sebagai pemain sepakbola. Dia pulang kampung ke Makassar dan bergabung dengan tim kota tersebut untuk bermain di kompetisi antar kota V.U.V.S.I./I.S.N.I.S (Voetbal Unie in de Verenigde Staten van Indonesië/Ikatan Sepakraga Negara Indonesia Serikat).
Di tim ini Hukom kembali bermain dengan Dorst, rekannya di VBBO. Di tim ini juga, Hukom bermain dengan calon legenda sepakbola Indonesia, Ramang. Bermainnya Hukom dengan Ramang seolah memberikan estafet sepakbola dari Hindia Belanda yang bermain di Piala Dunia 1938 kepada Ramang yang kemudian bermain di Olimpiade 1956 di bawah bendera Indonesia.
Sebagai KNIL, Hukom akhirnya harus “dipulangkan” ke Belanda, tahun 1951. Di negeri Kincir Angin itu, Hukom menghabiskan usianya tanpa pernah kembali ke Indonesia. Hukom meninggal 1989 dan dimakamkan di pemakaman Eikelenburg, dekat Den Haag.
Artikel ini ditayangkan di Simamaung.com dengan judul: Makassar, dan Senjakala Karir Frans Hukom
Leave a Reply