Jalur Bandung-Ciwidey merupakan salah satu jalur simpangan yang dibangun oleh Staatsspoorwegen (SS), perusahaan kereta api negara di masa Hindia Belanda. Jalur tersebut menjadi satu dari tiga jalur simpangan yang dibangun di kawasan Bandung. Jalur simpangan lain adalah jalur Dayeuhkolot-Majalaya dan Rancaekek-Tanjungsari. Keduanya dibongkar pada masa pendudukan Jepang untuk kepentingan perang.
Jalur Bandung Ciwidey melalui Banjaran dan Soreang ini dibangun untuk mengangkut penumpang, dan hasil bumi, termasuk produksi teh yang dihasilkan perkebunan-perkebunan besar di Bandung Selatan.
Jalur kereta api Bandung Ciwidey dibuka pada tahun 1924. Jalur ini dibangun melalui dua tahap pembangunan yakni Bandung-Soreang (Kopo) yang memiliki jarak sekitar 26,5 km dan dibuka tahun 1921, dan jalur Soreang-Ciwidey yang memiliki jarak sekitar 13 km.

Pasca kemerdekaan Indonesia, kemajuan angkutan jalan raya membuat kereta api mulai tersaingi keberadaannya. Angkutan penumpang dan barang mulai terbagi antara menggunakan jasa mobil, bus, dan truk atau memakai jasa kereta api. Keadaan ini mendorong perusahaan kereta api untuk melakukan banyak hal untuk tetap bisa bersaing dan bertahan. Mereka mulai memikirkan untuk menyaring lalu lintas yang perlu dikembangkan atau dipertahankan[1].
Saat itu, perusahaan kereta api mulai membuat skala prioritas dengan mengutamakan jalur-jalur dengan tingkat okupansi tinggi. Menurut Iman Subarkah dalam buku ‘Sekilas 125 Tahun Kereta Api Kita 1867-1992’, jalur kereta yang merugi dengan kota-kota yang sudah terkoneksi dengan transportasi darat lainnya itu harus menerima konsekuensinya untuk ditutup[2].
Pada tahun 1970-an, layanan kereta api penumpang yang melayani Bandung-Ciwidey mulai dihentikan. Sesekali, hanya kereta api tertentu yang bisa lewat jalur ini, yang harus melewati rel kereta yang dilaporkan sudah tua[3]. Kondisi rel inilah yang diduga menjadi penyebab kecelakaan di Cukanghaur, tahun 1972.

Kecelakaan kereta api yang dimaksud terjadi di petak antara Cisondari dan Cukanghaur pada tanggal 6 Juni 1972. Kecelakaan ini mengakibatkan dua penumpang tewas dan beberapa penumpang lainnya luka-luka.
Seperti yang dikutip dari Harian umum Kompas[4], kereta api yang datang dari arah Ciwidey tergelincir dari relnya di petak antara Stasiun Cisondari dan Cukanghaur. Rangkaian kereta api ke arah Bandung yang membawa kayu pinus terjerembab ke sawah.
Dalam berita yang berjudul “Kereta-Api Barang Terguling, Masinis dan Kepala Setasiun tewas” disebutkan, dua korban tewas dalam peristiwa ini adalah Androni (57 tahun) dan Idi (50 tahun). Androni merupakan Kepala Stasiun Ciwidey dan Idi menjadi masinis kereta yang nahas itu. Sementara, 7 orang lainnya yang sebagian besar merupakan pegawai perusahaan kereta api negara mengalami luka berat dan ringan.
Kecelakaan ini mengakhiri perjalanan panjang jalur kereta api di kawasan Bandung Selatan. Alih-alih memperbaiki jalur tersebut, pihak perusahaan kereta api akhirnya memutuskan untuk menutup jalur tersebut di awal tahun 1980-an.
[1] Tim Telaga Bakti Nusantara, Sejarah Perkeretaapian Indonesia (Bandung: CV. Angkasa, 1997), jilid 2, 429.
[2] Iman Subarkah, Sekilas 125 Tahun Kereta Api Kita 1867-1992 (Bandung: Yayasan Pusat Kesejahteraan Karyawan Kereta Api, 1992), 102.
[3] “Kereta Barang Terguling, Masinis dan Kepala Setasiun Tewas. Kompas. Edisi: Kamis, 8 Juni 1972.
[4] “Kereta Barang Terguling, Masinis dan Kepala Setasiun Tewas. Kompas. Edisi: Kamis, 8 Juni 1972.
Leave a Reply