Pada awal abad ke-20, Bandung merupakan kota yang berkembang pesat di Pulau Jawa. Pertumbuhan penduduk kota ini terutama dipengaruhi oleh masuknya orang-orang Eropa yang bekerja dan berinvestasi di bidang industri dan perdagangan. Aktivitas orang Eropa mengubah kota kecil Bandung menjadi kota yang modern dan ramai.
Sejak tahun 1889 sampai 1906, jumlah penduduk Eropa di kota Bandung bertambah sekitar 7 kali lipat dari 339 orang menjadi 2199 orang. Secata total, penduduk Bandungdi medio tersebut bertambah dari 18000 orang menjadi 47491 orang.
Baca juga: Ambisi Membuat Jalur Kereta Bandung-Ciletuh
Namun, pesatnya pertumbuhan penduduk Eropa menimbulkan masalah bagi pemerintah Bandung. Kehadiran mereka membutuhkan perhatian dan perlindungan dari pemerintah. Mereka menuntut adanya pemerintahan otonom yang melindungi aktivitas mereka.
Pemerintah pusat pun menyadari kelemahan sistem sentralisasi dan menganggap perlu untuk memberikan hak otonomi kepada daerah. Dengan adanya pemerintahan otonom, maka tugas dan tanggung jawab pemerintah pusat berkurang dan daerah lebih mempunyai kekuasaan untuk mengatur urusannya sendiri. Pemerintahan otonom ini juga meningkatkan kekuasaan pemerintah kolonial karena memiliki kontrol yang lebih besar atas wilayah yang dikuasainya.
Pemerintah mulai mempersiapkan landasan dan menyusun aturan-aturan tentang desentralisasi di Hindia Belanda. Pada tahun 1903 pemerintah pusat mengesahkan UU Desentralisasi. Undang-undang ini merupakan landasan hukum yang memungkinkan dibentuknya gemeenschappen, yaitu daerah yang mempunyai pemerintah dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Berdasarkan Decentralisatiebesluit tahun 1905, diajukanlah 32 kota yang akan menyandang status gemeente di pulau Jawa dan Madura, termasuk kota Bandung.
Gemeente Bandung didirikan berdasarkan Surat Keputusan 21 Februari 1906 dan Undang-undang 1 Maret 1906. Pada tanggal 1 April 1906, Gubernur Jenderal J.B. van Heutz secara resmi menetapkan kota Bandung sebagai gemeente. Status ini membuat kekuasaan atas kota beralih dari Residen Priangan kepada Ketua Dewan Kota yang pada tahap awal dijabat oleh Asisten Residen Priangan. Di kekuasaan lokal, Bupati bandung diangkat menjadi anggota Dewan Kota.
Sebagai gemeente, Bandung menjadi kota yang lebih mandiri dan memiliki otonomi yang lebih besar dalam mengatur urusan daerahnya sendiri.
Tulisan ini merupakan rangkuman dari Disertasi yang ditulis Sobana Hardjasaputra yang berjudul “Perubahan Sosial di Bandung 1810-1906”.
Leave a Reply