Proses peralihan kekuasaan terjadi setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, 17 Agustus 1945. Peralihan kekuasaan tersebut melibatkan 3 pihak yang berkepentingan. Yakni Jepang sebagai pihak yang kalah di perang dunia kedua, Indonesia sebagai negara yang baru memproklamasikan kemerdekaan, dan pihak Belanda yang ingin mendapatkan kembali tanah jajahannya lewat bantuan sekutu.
Peralihan kekuasaan yang melibatkan 3 pihak ini berujung pada beberapa peristiwa yang terjadi di Indonesia, termasuk di Kota Bandung. Pasca kemerdekaan, para pejuang Indonesia melakukan perebutan aset-aset yang sebelumnya dikuasai Jepang, seperti Pabrik Senjata dan Mesiu (PT. PINDAD sekarang), dinas pertambangan, dan kantor besar perusahaan kereta api negara/Staatsspoorwegen (SS).

Sementara itu, Belanda yang bergabung dengan sekutu melalui Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Organisai yang semula datang untuk melucuti kekuatan Jepang dan membebaskan tawanan yang disekap di kamp-kamp internir, perlahan berusaha untuk kembali menguasai Indonesia.
Eksistensi antara Jepang, Sekutu, dan Indonesia ditandai oleh penaikkan bendera masing-masing di tempat-tempat strategis. Keberadaan bendera-bendera ini dirasa menganggu pihak lain. Sehingga terjadi usaha-usaha untuk menurunkan bendera pihak “lawan” yang sedang bekibar. Dalam buku Merah Putih di Gedung Denis, pihak Sekutu sempat mengibarkan bendera Inggris di gedung-gedung besar seperti Htel Homann dan Preanger, ITB, Gedung Sabau, dan Gedung DENIS (sekarang gedung Kantor Cabang Utama Bandung Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten). Di Gedung DENIS ini pula, Jepang pernah mengibarkan benderanya dan bisa diturunkan oleh para pemuda. Mereka kemudian menggantinya dengan bendera merah putih.
Gedung ini merupakan gedung yang dimiliki sebuah bank dengan nama De Eerste Nederlandsch-Indische Spaarkas & hypotheekbank (DENIS). Gedung dengan penampilan berbeda ini merupakan gedung bergaya modern yang dirancang Albert Frederik Aalbers. Menara yang menjulang, mirip dengan menara Hotel Homann menjadi ciri khas bangunan ini. Di masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan, bentuk menara yang tinggi ini dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk mengibarkan bendera mereka.

Salah satu peristiwa perebutan bendera yang menjadi perbincangan masyarakat dan menjadi catatan sejarah Kota Bandung adalah perebutan dan perobekan Bendera Belanda di atas menara Gedung DENIS. Peristiwa perobekan bendera Belanda terjadi di antara bulan September dan Oktober 1945 dan melibatkan dua orang pemuda, yakni Endang Karmas dan Mulyono.
Peristiwa ini diawali dengan pengibaran bendera Merah Putih Biru di atas menara Gedung DENIS. Pemasangan bendera ini sontak memancing kemarahan para pemuda di Bandung. Perkelahian antara pemuda dengan pihak Jepang dan Belanda pun tidak terhindarkan. Di tengah keramaian tersebut, pemuda Endang Karmas berhasil naik ke atap Gedung DENIS.
Di atas atap, Endang bertemu dengan rekannya bernama Mulyono yang juga sedang berusaha memanjat menara. Dua pemuda yang sama-sama tergabung dalam Tentara Keamanan Rakyat (TKR) ini mencoba untuk meraih bendera di tengah terjangan peluru dari arah Hotel Homann.
Setelah berhasil meraih bendera, Mulyono memegang bendera supaya Endang Karmas bisa mencabiknya menggunakan bayonet. Endang berusaha membuang warna biru dari bendera Belanda tersbeut sehingga tersisa warna merah dan putih saja.
Setelah berhasil disobek, bendera yang tinggal berwarna merah dan putih tersebut kembali dikibarkan di atas Gedung DENIS. Penaikkan bendera ini diikuti oleh pekik merdeka yang diteriakkan para pemuda di bawah.
Peristiwa ini menandai perjuangan masyarakat Bandung yang ingin mempertahankan kemerdekaan Indonesia, dan merupakan rangkaian peristiwa yang berujung pada peristiwa Bandung Lautan Api, Maret 1946.
Referensi:
Enton Supriyatna Sind & Efrie Christianto. 2015. Merah Putih di Gedung DENIS. Bandung: Tatali Publishing.
Leave a Reply