Suatu malam operator bernama Roelof Visser duduk di depan peralatan radio. Dengan headset yang terpasang, dia bekonsentrasi untuk mendengar sinyal-sinyal suara yang dikirmkan dari negeri jauh di timur. Nafasnya seolah berhenti, saat sinyal pertama dari Cililin, terdengar di telinganya[1].
Visser duduk di sebuah bangunan mungil yang dibangun di atas lapangan luas kawasan Blaricummer Meent, Belanda. Stasiun radio penerima tersebut merupakan satu rumah panggung setinggi 2 meter di atas permukaan tanah. Stasiun dilengkapi oleh sekitar 21 antena. Dengan tinggi rata-rata 20 meter, antena-antena ini diarahkan ke Bandung.
Stasiun radio penerima di Blaricum dibuat untuk menjadi stasiun penerima sementara, karena stasiun penerima permanen belum juga dibangun. Sementara di Hindia Belanda, stasiun radio di Malabar dan Cililin sudah siap ‘menembakkan’ sinyal-sinyal radio mereka. Kondisi ini mendorong Cornelis de Groot untuk membangun stasiun penerima sendiri.

Stasiun ini berupa bangunan seluas 4×6 meter yang dilengkapi 3 kamar. Sebanyak 8 orang pekerja dikerahkan untuk menyelesaikan bangunan tersebut dalam waktu 17 hari. Banjir akibat angin barat laut membuat bangunan harus berbentuk rumah panggung. Pada musim dingin 1919 misalnya, air sempat menggenangi kawasan Blaricum. Kondisi ini membuat para operator telegraf harus menggunakan perahu untuk mencapai stasiun.
De Groot kemudian merakit radio penerima di Batavia dan mengirimnya ke Belanda tahun 1919. Alat-alat ini dikirim ke Eropa menggunakan kapal laut Zeven Provincien melalui terusan Panama. Menurut Dijkstra, jalur pelayaran melalui terusan Panama dianggap lebih aman dibanding jalur pelayaran melalui Terusan Suez yang sebelumnya ada di tengah kecamuk perang[2].
Di atas kapal, instalasi radio dicoba untuk terus menerima sinyal dari Bandung.
Baca juga: Cililin, Tempat Terpencil dengan Sejarah Besar
Menurut Willem Vogt dalam buku Radioleven: Een Kwarteeuwpioniersarbeid in een Modern Beroep, stasiun yang dijuluki ‘Huisje op de Meent’ (rumah kecil di Meent) itu didirikan untuk menunjukkan bahwa sinyal dari pemancar di Bandung dapat didengar di Belanda[3].
Tidak lama setelah beroperasi bulan April 1919, sinyal-sinyal radio yang dikirimkan stasiun radio Cililin dan Malabar, bisa didengar di Blaricum[4]. Sinyal-sinyal acak tersebut didengar pertama kali oleh Roelof Visser. Baru di bulan Juni, Visser menerima telegram utuh pertama dari Hindia Belanda.
Kondisi sekitar Stasiun Radio Blaricum menjadi konten awal isi dari telegram yang dikirim ke Belanda. Vogt menulis, para operator di Bandung sering mengirim pesan humor kepada operator di Belanda, berupa kalimat seperti ‘Jangan lupa memerah susu sapi’ atau ‘Apakah anda membawa jaket pelampung Anda?’.

Kalimat tersebut muncul karena di dalam stasiun sering terdengar suara roda gerobak pengangkut susu yang lewat dekat bangunan stasiun saat musim panas. Selain itu, para operator sangat senang dengan keberadaan sapi dan kuda yang sering berkeliaran di dekat stasiun.
Di musim dingin, lapangan di bawah stasiun sering digenangi banjir sehingga para operator, seperti yang tertulis di atas, harus menggunakan perahu untuk mencapai bangunan stasiun. Operator di Bandung mengingatkan supaya para operator di Blaricum tidak lupa memakai pelampung saat naik perahu.

Malam merupakan waktu yang tepat untuk berburu sinyal. Kegiatan mendengar sinyal dari Hindia dilakukan jam 10 malam sampai sekitar jam 3-5 pagi. Setelah itu, para operator melepas lelah sampai dibangunkan oleh harum teh hangat yang disajikan oleh penjaga stasiun bernama Smeenk.
Aktivitas stasiun radio penerima di Blaricum perlahan menurun setelah stasiun penerima di Sambeek mulai beroperasi bulan Oktober 1919.
Vogt menggambarkan, hari-hari terakhir stasiun kecil di Blaricum dihiasi dengan kemuraman. Sebelum benar-benar ditutup akhir tahun 1920, bangunan sempat dilanda banjir sehingga menyerupai sebuah kapal laut. Pers setempat menyebut bahwa rumah kecil tersebut berada di tengah ombak.
Aktivitas di Blaricum terhenti sama sekali setelah semua peralatan radio dipindahkan ke stasiun baru di Sambeek. Rumah panggung di Blaricum akhirnya harus ditinggalkan dan menjadi cerita dari sejarah hubungan telekomunikasi Bandung dan Belanda.
Referensi:
[1] J. van der Woude. 1991. Het ’radio-huisje’ op de Meent. Dalam majalah Tussen Vecht en Eem. Edisi 9e jaargang, nr.3, september 1991. Halaman 155.
[2] Klaas Dijkstra. 2005. Radio Malabar: Herinneringen aan een boeiende tijd 1914-1945.
[3] Willem Vogt. 1933. Radioleven: een kwarteeuw pioniersarbeid in een modern beroep. Amsterdam: Scheltens & Giltay. Halaman 210.
[4] P. C. Tolk. Het Radio-ontvangstation voor Indische signalen op de Blaricummer-Meent. Radio Nieuws. 1 Juni 1920,
Leave a Reply