“Hopefully, the appearance of this sturdy but also serene building promises to be an equally sturdy city council.” – Mayor of Bandung, Ir. J. E. A. Von Wolzogen Kühr, 1934.
Tag: Stasiun Bandung
Vlugge Vier, Bandung-Batavia High Speed Train
Nowadays, the government is boosting the completion of a high-speed rail project connecting Bandung and Jakarta. In the latest news. Some predictions said that the completion would delay due to financial difficulties[1]. Activities to accelerate relations between the two cities existed in the colonial period. In the 1930s, the Dutch launched a series of high-speed...
Bandung-Ciwidey Line, Roaring to South Bandung
The construction of a railway line connecting Bogor and Cicalengka in the 1880s opened up the previously isolated area of Preanger. The need for adequate transportation has made the train the main one. It transported plantation products and helped people’s mobility in Preanger. The existence of the train in Bandung, the capital of West java...
Monumen Lampu di Stasiun Bandung, Sebuah Hadiah Untuk SS
“Sumber cahaya baru ini mungkin merupakan simbol tidak hanya dari apa yang telah dilakukan di masa lalu oleh SS, tetapi juga kemajuan yang akan menjadi ciri layanan di masa depan.” – Bertus Coops, Walikota Bandung dalam peringatan 50 tahun Staatsspoorwegen (SS) di Bandung, 7 Juli 1925[1].
Vlugge Vier, Kereta Cepat Bandung-Batavia
Saat ini, pemerintah sedang menggenjot proyek kereta api cepat yang menghubungkan Bandung dan Jakarta. Dalam berita terakhir, penyelesaian proyek dengan nama Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) ini dipredisksi molor karena kesulitan keuangan[1]. Kegiatan untuk mempercepat hubungan kedua kota sudah ada di masa kolonial. Di tahun 1930-an, orang-orang Belanda meluncurkan rangkaian kereta api cepat yang menghubungkan...
Ambisi Membuat Jalur Kereta Bandung-Ciletuh
“Tetapi di mana pada usia saya, saya mengesampingkan setiap mimpi dan semua visi masa depan untuk lebih menyibukkan diri dengan “Memnto Mori” yang berulang hampir setiap hari.” – R. A. Eekhout, dalam sebuah pidato, dua bulan menjelang kematiannya[1].